Intelejen dan Islam Radikal

(mengutip tulisannya Herman Ibrahim, purnawirawan TNI AD, pengamat intelijen)

Setelah Soeharto memperoleh kekuasaan ia dihadapkan pada kondisi ideologi Nasakom hasil binaan rezim lama masih kuat dan masih dianggap sebagai sebuah ancaman besar bagi rezim.

Karena itulah rezim orba kemudian mengeluarkan kebijakan ideologis untuk menanganinya.Kebijakan ideologis dan politis pada masa awal orba yang itempuh adalah menghancurkan kaum komunis , menekan kaum nasionalis, dan mencegah naiknya kekuatan islam.

Setelah kekuatan komunis ditumpas habis ,maka kekuatan kaum nasionalis seperti PNI dilumpuhkan dengan menempatkan Hadisubeno menyingkirkan Hardi yang kritis pada pemerintah. Motor utama untuk melaksanakan kebijakan ideologis orba ini diserahkan kepada
aparat intelejen.

Dan setelah berhasil menuntaskan kebijakan terhadap kaum komunis dan nasionalis.Maka target selanjutnya diarahkan pada kelompok Islam. Kebijakan terhadap kelompok Islam terbilang unik dibandingkan dengan kebijakan terhadap kelompok komunis dan nasionalis.Walaupun tergabung dalam Nasakom tapi kelompok Islam memiliki peran dan jasa besar dalam menghancurkan kekuatan komunis dan meruntuhkan rezim Soekarno selain karena kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah penganut agama Islam.

Karena itu pemerintah memilih jalan yang lebih hati-hati untuk menghadapi kekuatan islam ini.Untuk mencegah naiknya kekuatan Islam maka pemerintah harus memiliki alasan dulu untuk menekankannya.Dan kemudian intelejen sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk melaksanakan ini kemudian memilih untuk menggunakan tangan kaum radikal Islam .

Kelompok radikal walaupun memang berbahaya tapi justru membuatnya menjadi sangat mudah dikendalikan. Psikologi kaum radikal adalah psikologi orang marah, seperti yang diketahui orang marah sangat kehilangan daya nalar kritis dan akal sehatnya , sehingga bila mereka liar akan sangat tidak terkontrol sebaliknya juga mereka menjadi sangat mudah dihasut dan dibohongi sehingga menjadikannya sebagai pion yang sangat ideal karena akan mengikuti apa saja kemauan penyuruhnya sekaligus bisa dikorbankan dengan sangat mudah.

Dan inilah yang sangat disadari oleh Ali Moertopo sehingga ia kemudian merekrut para mantan anggota DI/TII yang sedang dibina oleh Kodam Siliwangi.A ksinya ini ditolak oleh Kepala Bakin pada masa itu Jenderal Sutopo Juwono juga petinggi Bakin lainnya seperti Jendral Nicklany
(yang kemudian akhirnya di dubeskan) , akan tetapi Ali Moertopo tetap pada pendiriannya dengan tetap membawa para mantan DI/TII ini ke Jakarta .

Beberapa pentolan DI/TII yang dibawa antara lain putra dari Kartosuwiryo yaitu Dodo Muhammad Darda dan Tahmid Rahmad Basuki , Adah Djaelani Tirtapraja (Ma'had Al Zaitun) , Rahmat Basuki (tersangka pengeboman BCA) , Amir Fatah , H Ismail Pranoto (Komando Jihad) , Danu Muhammad Hasan, Helmy Aminuddin (Gerakan Tarbiyah/ sekarang Ketua Majelis Syuro PKS) , Najamuddin (wolya) dll.

Tebar , Pancing dan Jaring

Karena tidak memperoleh dukungan dari para petinggi Bakin, Ali Moertopo pun membawa para mantan DI/TII ini dibawah pembinaan Opsus. Mereka kemudian mendapatkan fasilitas dan dukungan finansial yang sangat besar sehingga menimbulkan kemarahan sejumlah perwira ABRI pada masa itu terutama dari kalangan Siliwangi yang merasa berjasa menangkap mereka
dengan susah payah bahkan bertaruh dengan nyawa.

Tapi berkat kedekatan Ali Moertopo pada Soeharto pada masa itu maka protes-protes itu berhasil diredam.Sejumlah perwira yang menentang proyek itu pun dengan segera dimutasi dan disingkirkan. Ali Moertopo kemudian membina mereka dengan pelatihan-pelatihan intelejen,
seperti pembentukan jaringan ,teknik perekrutan anggota ,penyamaran, pembuatan propaganda , operasi cuci otak , teknik teror dan intimidasi dan lain sebagainya (ini yang menjelaskan kenapa kelompok radikal sangat ahli dalam melakukan ini semua).

Setelah dibina mereka pun diterjunkan ke tengah masyarakat untuk menerapkan ilmunya.Dan peritiwa-peristiwa teror pun terjadi , pemboman BCA, penyerbuan kantor polisi di Cicendo , Wolya , Lampung , Borobudur dll, dimana semua peristiwa ini dilakukan oleh para mantan DI/TII binaan opsus.

Dan aparat pun menangkapi mereka lagi bahkan sebagiannya juga dikorbankan dengan dibunuh.Tapi setelah tertangkap mereka kemudian dilepas lagi untuk melakukan aksi-aksi lainnya.Berkat peristiwa-peristiwa itu pemerintah mendapat legimitasi untuk menekan kelompok-kelompok Islam.

Sejumlah aktivis masjid di Bandung ditangkapi bahkan organisasi remaja masjid di masjid Istiqamah pun dibubarkan dengan tuduhan terlibat peristiwa Cicendo dan Wolya yang dilakukan oleh jamaah Imron yang diprovokasi oleh Najamuddin, sejumlah kyai NU di Jawa Timur ditangkapi bahkan dilenyapkan dengan tuduhan terlibat Komando Jihad yang dikomandani oleh Haji Ismail Pranoto binaan Opsus.

Keterlibatan intelejen dalam kasus-kasus tersebut semakin kentara ketika dalam kasus persidangan Danu Mohammad Hassan misalnya, ia mengaku sebagai orang Bakin. "Saya bukan pedagang atau petani, saya pembantu Bakin."

Belakangan Danu mati secara misterius, tak lebih dari 24 jam setelah ia keluar penjara, dan konon ia mati diracun (Lihat Tempo, 24 Desember 1983)

Intelejen pun bergerak lebih jauh lagi untuk memprovokasi sejumlah kelompok melakukan perlawanan yang dengan segera ditumpas dengan kejam oleh militer.Bahkan kemudian para da'i harus mempunyai surat izin untuk berceramah dan semua kegiatan dakwah harus dilaporkan dulu kepada aparat dengan alasan mencegah penyebaran paham radikal.Lalu pemerintah pun menetapkan kebijakan asas tunggal Pancasila dengan alasan untuk menekan penyebaran ideologi-ideologi yang menyimpang.

Sejumlah kelompok Islam yang menentang segera dibekukan, HMI pun kemudian terpecah menjadi dua dengan munculnya HMI MPO yang menolak asas tunggal, Pelajar Islam Indonesia (PII) , BKPRMI dan beberapa ormas islam lain dibubarkan.Pemerintah juga mendirikan sejumlah organisasi islam baru pendukung asas tunggal yang rata-rata dibawah binaan Golkar.Dengan demikian semua kekuatan oposisi pemerintah dari kelompok Islam berhasil dilumpuhkan dengan metode tebar, pancing jaring hasil rekayasa Ali Moertopo.

Strategi Pecah Belah dan Kuasai

Paska turunnya L.B Moerdani strategi intelejen dalam menghadapi kekuatan Islam pun berubah.Teknik tebar, pancing , jaring ala Ali Moertopo mulai ditinggalkan karena justru malahan menambah instabilitas.Strategi yang kemudian dilakukan intelejen kemudian lebih soft bahkan dibuat seolah-olah pemerintah mendukung kekuatan Islam.

Pada masa itu gerakan-gerakan alternatif di luar ormas-ormas islam dan kepemudaan islam mulai marak.Sejumlah organisasi remaja masjid tumbuh pesat di masjid-masjid raya juga masjid-masjid kampus. Sebagian kalangan aktivis muda mulai mengubah konsep dakwah mereka menjadi dakwah kultural dan berusaha membaurkan diri dengan masyarakat.

Dan ini dianggap pemerintah sebagai sebuah ancaman baru. Salah satu point penting untuk menunjang kekuasaan rezim Soeharto adalah memastikan semua organisasi yang ada dan hidup di Indonesia berada dalam cengkraman dan kendali pemerintah. Bukan saja organisasi keagamaan atau politik tapi juga organisasi profesi seperti IDI atau organisasi para hobbies seperti RAPI pun dibawah kendali pemerintah dimana para pimpinannya tidak bisa naik kalau
tidak mendapat 'restu' dari pemerintah.

Akan tetapi organisasi-organisasi remaja masjid juga majlis-majlis taklim yang tumbuh pada masa itu tidak demikian.Organisasi-organisasi itu bersifat indenpenden dengan struktur organisasi yang cair.Akan tetapi pertumbuhan anggotanya sangat luar biasa..

Karena itulah semua organisasi dakwah "liar" itu harus segera dikontrol.

Pendekatan awal pemerintah adalah berusaha menyatukan semua organisasi dakwah tersebut dalam sebuah organisasi atau perhimpunan formal dimana kemudian pemerintah bisa mengontrol melalui organisasi tersebut.

Dan pemerintah pun merestui organisasi tersebut bahkan memfasilitasinya dengan menempatkan organisasi-organisasi tersebut untuk berkantor di masjid negara Istiqlal. Akan tetapi eksperimen ini gagal, para aktivis yang berusaha menjaga jarak dengan pemerintah menolak mengikuti gagasan tersebut.

Akan tetap iintelejen kemudian memiliki pemikiran lain.Kekuatan dari kelompok-kelompok dakwah tersebut harus dan bisa dimamfaatkan untuk kepentingan rezim akan tetapi mereka harus dikebiri kekuatan untuk melumpuhkan potensi ancamannya..

Bagi kalangan intelejen bila tidak mampu menundukkan sebuah kekuatan/ kelompok maka kekuatan/kelompok itu harus dimamfaatkan.Sumber ancaman terbesar dari organisasi dakwah kultural itu adalah karena mereka membaur dengan masyarakat sehingga di masa depan dapat
berpotensi menjadikan mereka sebagai kekuatan massa yang kuat.

Kebijakan 'massa mengambang' adalah doktrin utama ideologi orba untuk mencegah sebuah kelompok terlalu dekat dengan masyarakat, semua kelompok harus berada dalam 'kotaknya' masing-masing.

Maka Bakin pun memamfaatkan kembali para orang-orang binaan opsus Ali Moertopo seperti Helmy Aminuddin yang merupakan putra dari Danu Muhammad Hasan.Dengan dukungan dana yang luar biasa kemudian dikembangkanlah kelompok radikal baru bernama Jamaah Tarbiyah (kemudian berkembang pada orde reformasi Partai Keadilan dan Partai Keadilan Sejahtera) yang ide dasarnya dari ideologi Ikhwanul Muslimin sebuah kelompok radikal asal Mesir.

Dan dimulai sejak Soeripto mantan kepala staff Bakin diangkat menjadi Ketua Tim Penanganan Masalah Khusus Kemahasiswaan DIKTI/Depdikbud pada tahun 1986, gerakan tarbiyah pun mulai bergerak dibawah binaan dan pengawasan intelejen. Dengan pembinaan dengan metode cuci otak maka secara instan kader-kader kelompok ini bisa dicetak dengan cepat.

Untuk menunjang penyebaran ideologinya maka diterbitkanlah majalah Sabili pada tahun 1987 kemudian juga penerbitan Gema Insani Press yang menyebarluaskan paham radikal ini melalui media dan penerbitan buku buku ideologis dengan harga yang sangat murah padahal dengan mutu cetakan yang cukup mewah karena mendapat subsidi.Majalah Sabili sendiri beredar secara luas walaupun tidak dilengkapi dengan SIUPP dan dijual dengan harga hanya 600 rupiah padahal dengan mutu kertas yang bagus plus nyaris tanpa iklan.

Tujuan utama pembentukan kelompok ini oleh intelejen adalah menghancurkan dan melumpuhkan semua kelompok dakwah pemuda dan remaja masjid yang tidak berada dalam kontrol pemerintah lalu menyatukan semuanya dalam satu kelompok besar yang bisa dikendalikan aparat intelejen. Selain itu juga jama'ah tarbiyah juga diberi peran untuk memutus mata rantai hubungan kelompok-kelompok aktivis masjid dengan masyarakat juga dengan ormas islam lain.

Dan para aktivis dakwah masjid yang terbiasa dengan pola musyawarah dan penyeimbangan kekuatan tiba-tiba dikejutkan oleh aksi-aksi pengambil alihan khas intelejen dilakukan oleh aktivis jamaah tarbiyah seperti mobilisasi massa , black propaganda , penculikan aktivis , teror dan intimidasi dll.

Dan ketika berhasil mengambil alih kekuasaan kelompok ini kemudian langsung melakukan aksi-aksi pembersihan dan penyeragaman.Seluruh aktivis yang tidak mengikuti kelompok mereka disingkirkan.Semua aktivitas dakwah yang berhubungan dengan masyarakat luas dihentikan demikian juga semua bentuk hubungan dengan organisasi dakwah lain dibekukan.Aktivitas masjid hanya diarahkan untuk pembinaan internal demi mencetak sebanyak-banyaknya kader militan dan radikal di masjid.

Kelompok-kelompok diskusi dibubarkan dan metode pengkaderan digantikan dengan indoktrinisasi. Sebuah aktivitas yang melibatkan partisipasi masyarakat luar dihentikan.
Pembinaan pada kalangan luar masjid seperti kalangan remaja akhirnya menjadi hanya lembar sejarah lama.

Hubungan silaturahmi dengan organisasi dakwah lain yang tidak 'sefikrah' dihentikan total.
Aktivis masjid pun seketika itu menjadi sebuah komunitas yang asing bagi masyarakat.Isu-isu kemasyarakatan tidak lagi menjadi perhatian.

Isu masalah jenggot pun menjadi sangat pentingnya sampai akhirnya menggusur isu mengenai kenakalan remaja , isu jilbab menjadi agenda yang menjadi prioritas utama mengalahkan isu penyalahgunaan narkoba.

Dalam hal hubungan dengan organisasi dakwah lain pun sontak mencapai titik terendah.Kajian jamaah tarbiyah yang disebarkan kepada anggotanya mengenai kelompok dakwah lain diarahkan untuk memberi citra negatif yang dipenuhi prasangka dan kecurigaan serta paham kebencian.

Maka dengan menggunakan tangan kelompok radikal akhirnya kekuatan aktivis masjid pun dilumpuhkan total. Ketakutan utama pemerintah pada kelompok aktivis dakwah masjid pada sebenarnya adalah kemampuan mereka untuk membaur di masyarakat serta kemampuan menjalin hubungan dengan organisasi dakwah lain.Dengan dilumpuhkannya kekuatan utama
kelompok dakwah masjid ini maka aktivis dakwah masjid tidak lagi dianggap sebagai ancaman maka tindakan represi terhadap kelompok ini pun dilonggarkan.Ketika sebuah masjid jatuh ke tangan radikal maka intelejen pun menghentikan operasi-operasi pengawasan yang ketat pada
mereka.Itulah sebabnya aktivitas jama'ah tarbiyah tidak pernah mendapat gangguan dari aparat pada masa itu walaupun mereka menyebar paham radikal.Dengan dikuasainya masjid-masjid oleh kelompok radikal maka peristiwa pendudukan gedung DPR RI oleh massa pemuda islam seperti pada waktu penolakan UU Perkawinan pun tidak perlu dikuatirkan lagi.

Ketaatan yang kuat di kalangan jama'ah tarbiyah dan kelompok radikal islam lainnya pada pucuk pimpinannya memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan kelompok-kelompok ini, karena dengan cukup memegang kepalanya saja maka seluruh anggotanya akan tunduk dan patuh.Paham eksklusif kelompok radikal menjadi penentu sukses penggunaan metode "pecah belah dan kuasai" kelompok-kelompok Islam dan memotong 'sayap' mereka sehingga tidak bisa lagi 'terbang' sehingga aktivis islam bagi pemerintah hanyalah sekelompok unggas saja.

Karena itulah kelompok radikal Islam Indonesia memiliki ciri khas yang lain dari kelompok radikal islam di negara-negara lain terutama dalam hal hubungan mereka dengan miiliter dan intelejen.

Kelompok-kelompok radikal islam timur tengah misalnya selalu berada dalam posisi vis a vis
dengan militer dan intelejen. Sementara kelompok radikal Islam Indonesia justru sebaliknya mereka justru bermesraan dengan militer dan intelejen.

Ditempatkannya mantan kepala staff Bakin menjadi pucuk pimpinan PKS sebuah partai yang didirikan jamaah tarbiyah dan kecenderungan pemihakan pada kandidat presiden dari militer memperlihatkan dengan jelas siapa sebenarnya mereka.

Tapi sungguh disayangkan para pion ini tidak pernah sadar bahwa dirinya cuma pion.

4 komentar:

  1. ya itulah umat islam
    -----------------
    umi

    BalasHapus
  2. Menyedihkan.. memusuhi sodaranya sendiri
    Wajar lah.. secara fiqrah umat di indonesia ga berkembang... malah makin terbelakang ini to biangnya

    BalasHapus
  3. informasi yang bagus...
    saya Izin share artikelnya di blog saya, http://salaamatan.blogspot.com/

    BalasHapus